Rabu, 26 September 2007

KONTROVERSI PEMBUNUHAN SANDRIANI


SANDRIANI (22), mahasiswi Universitas Internasional Batam (UIB), jadi sosok menghebohkan. Ia ditemukan tewas terbunuh pada Senin (16/7/2007) di dekat hutan kawasan wisata Mata Kucing, Batam.
Sebelumnya, Jumat (13/7), ia dilaporkan hilang usai kuliah, sekitar pukul 21.00 WIB. Ketika ditemukan, mayat karyawan The Central Sukajadi tersebut dalam kondisi mengenaskan. Tangan dan kakinya diikat rafia, mulutnya diplester lakban.
Mayatnya setengah telanjang. Bagian tubuh di bawah perut sedikit rusak. Muncul dugaan kuat pembunuhan itu bermotif dendam. Berbagai informasi mengenai kisah asmara Sandriani dengan seorang pria bernama Yohanes yang dikenalnya melalui dunia maya (friendster). Begitu pula cerita mengenai seorang pria misterius yang pernah menjemput korban di kantor tapi sang gadis menolak jemputan itu.
Titik terang muncul ketika seorang sopir taksi plat hitam bernama Budi Hutahaean menelepon Polsek Sekupang, Batam, yang mengaku mengetahui pembunuhan Sandirani. Saat menelepon ia mengaku bernama Anton. Budi memberi petunjuk agar polisi dapat menemukan dirinya. Akhirnya Budi ditangkap di belakang rumahnya, kawasan Base Camp, Batuaji. Boleh dibilang Budi 'setengah menyerahkan diri'.
Ternyata Budi sosok kontroversial. Pertama ia mengaku hanya diminta mengemudikan taksi oleh orang bernama Ewin, Andi Chandra, dan Elvis. Taksi itu mengikuti sebuah mobil yang sebelumnya menjemput Sandriani di kampus. Dua orang dalam mobil lain itu tak dikenalnya. Di tengah jalan sepi, kawasan Tanjungriau, sang korban dihabisi dengan cara dicekik dalam mobil sang penjemput. Mayatnya dibuang di hutan dekat Mata Kucing.
Belakangan, Senin (24/9), polisi mempertontonkan Budi Cs ke hadapan wartawan. Nah, saat itu Budi membuat pengakuan mengejutkan. Ia mengubah cerita. Tak ada lagi cerita mengenai dua pria misterius yang menjemput Sandriani di kampus. Budi mengaku, Ewin sebagai aktor intelektual kasus itu dan masih buron, secara tidak sengaja melihat korban keluar dari kampus.
Tersangka menawari korban tumpangan, lalu melucuti barang-barangnya, termasuk mengambil uang Rp 100 ribu di rekening Sandriani melalui ATM. Kemudian mereka memperkosa rame-rame. Budi mengaku ikut memperkosa karena diancam akan dibunuh. Akhirnya korban dicekik Ewin hingga tewas. Polisi tampak puas pada pengakuan itu. Tugasnya tinggal memburu Ewin dan Anton yang masih buron.
Pisau bermata dua
Namun masih ada sejumlah pertanyaan yang tak terjawab:
1. Mengapa malam itu Sandriani mau masuk ke mobil yang menawarinya tumpangan, padahal dalam mobil ada empat pria. Bukankah Sandriani keturunan Tionghoa yang biasanya sensitif pada kondisi mencurigakan seperti itu.
2. Petugas keamanan (satpam) kampus yang bertugas malam itu tak melihat Sandriani pulang, termasuk keberadaan sedan hijau para tersangka. Apakah ada orang lain yang menjemput di halaman parkir kampus setelah sebelumnya menghubungi?
3. Mengapa para tersangka menyisakan uang Rp 150 ribu di rekening Sandriani, kalau memang motifnya perampokan?
4. Mengapa dokter forensik yang melakukan otopsi tidak menemukan sedikitpun bekas perkosaan, padahal ia digilir lima pria sekaligus?
5. Mengapa Budi kelamin Budi bisa dipakai untuk memperkosa padahal dia dalam keadaan ketakutan karena diancam?
6. Terakhir, mengapa Budi 'menyerahkan diri' dan sebelumnya bercerita kepada pacar dan keluarganya, kalau memang ikut melakukan tindakan biadab.
Sebenarnya tak terlalu sulit memecahkan misteri tersebut. Toh sebagian tersangka sudah tertangkap. Bisa jadi polisi punya skenario tersembunyi sehingga tampak kontroversial pada saat ini. Kalau berpikir positif, mungkin polisi menyamarkan cerita sebenarnya untuk memburu tersangka lain yang belum terpublikasikan. Ya biar tersangka yang namanya tak disebut-sebut selam ini merasa terlena dan melakukan kecerobohan. Semoga saja begitu.
Namun kalau sampai pada titik akhir nanti memang cerita Budi terakhir lah yang benar, kasus ini bisa menjadi sebuah studi menarik. Budi bakal mendapat dua gelar sekaligus, yaitu penjahat sekaligus pahlawan. Kalau Budi tak menelepon polisi, bisa saja kasus ini tak terkuak. (sebuah analisis, febby mahendra)

1 komentar:

kander_turnip mengatakan...

Mantap kali tulisan-tulisan Mas Febby dalam blog ini. Apalagi analisis (yang disertai solusi) tentang peristiwa-peristiwa hukum dan kriminal yang terjadi di sekitar Batam/Kepri. Sangat mencerahkan...
Tapi kalau boleh memberi usul. Kalo bisa, huruf yang digunakan size-nya agak diperbesar dan jenis huruf jangan yang soft. Mending yang agak tebal. Maksunya supaya pembaca blog tidak perlu mendapat 'hambatan' saat membaca tulisan yang terkesan renyek... Thx. Sukses selalu.