Rabu, 26 September 2007

Digital People, Digital World


JANGAN bingung menyimak cover majalan Time di samping kiri itu. Kalau biasanya setiap tahun Time memilih sosok tertentu sebagai Man of the Year, pada 2007 justru tidak ada tokoh dunia yang dipilih sebagai Man of the Year 2006.
Lho apa yang tejadi? Time memilih masyarakat yang disimbolkan dengan kata "You (Anda)" sebagai sebagai Man of the Year. Alasannya, pada 2006 orang dapat dengan mudah mengekpresikan dirinya sendiri, baik dalam bentuk opini, uneg-uneg, maupun buah pikiran, dan lain, di internet setelah munculnya web 2.0. Berbagai blog alias website pribadi bermunculan bak cendawan di musin hujan.
Tak heran, IFRA, sebuah organisasi para penerbit internasional mengundang para penerbit dan editor in chief (pemimpin redaksi) untuk menghadiri sebuah konferensi di Dublin, Irlandia, 8-9 November 2007 mendatang. Saya tahu adanya acara itu setelah membaca sepucuk undangan yang tergeletak di meja kerja saya.
Tema konferensi itu sangat menarik dan ada hubungan erat dengan cover story Time, yaitu “Connecting with the Digital Consumer” alias menjalin hubungan dengan konsumen di era digital. Dalam pengantar undangan dikatakan, benturan revolusi digital dengan surat kabar konvesional –media massa cetak-- merupakan sebuah tantangan baru.
Fenomena itu sekaligus memberi kemungkin dan peluang-peluang baru, terutama dalam menjalin hubungan dengan konsumen media. Terjadi perubahan yang sangat dramatis pada tahun lalu akibat munculnya web 2.0. Para konsumen yang semula hanya sebagai pengguna pasif internet, tumbuh menjadi pengisi konten sesuai keinginan mereka.
Panita konferensi menggunakan kalimat menarik untuk mengajak para penerbit dan editor menghadirinya. “Jangan sia-siakan kesempatan untuk memahami tren-tren terkini di dunia online, dan saling bertukar pandangan dengan para pengusaha di seluruh dunia,” begitu kalimat penutup dalam undangan itu, disertai kalimat tambahan, “Kami menunggu Anda datang ke Dublin.”
Pembicara utama konferensi, Prof Dr Jo Groebel, Direktur German Digital Institute, akan memberi materi mengenai pelaku baru pengguna informasi, dan konsekuensi bagi penyedia informasi, yang menarik perhatian industri media. Kisi-kisi dari materi itu antara lain apa yang dicari konsumen web 2.0, dan apa pengaruh terhadap media konvensional .
Pembicara lain adalah para pengelola website dan portal yang pada intinya akan membahas pengembangan komunitas di era digital baik dari segi konten maupun penggarapan iklan.
Semua tema menarik. Saya sendiri pernah mengikuti konferensi yang digelar IFRA di Manila, Filipina, yang membahas mengenai multimedia, maret 2007. Semua pembicara mengungkapkan perlunya para penerbit mengintegrasikan media cetak dengan media online, dan video streaming melalui sebuah portal.
Langkah itu perlu dilakukan ya karena terjadi revolusi informasi menuju era digital. Media cetak tak mampu lagi memberikan informasi real time dan live kepada konsumen. Tak pelak, kalau para penerbit mati langkah, besar kemungkinan akan menjadi bagian dari sejarah masa lalu.
Membalik pola pikir
Rupanya Kelompok Kompas Gramedia (KKG) yang CEO-nya menjadi pengurus di IFRA cukup tanggap pada fenomena baru itu. Pada awal September, saya dan para pemimpin redaksi di daerah-daerah diundang untuk menghadiri rapat koordinasi pembentukan Megaportal Kompas.
Portal yang akan diberi nama Kompas.Com tersebut ya mirip dengan para provider (penyedia) jasa layanan informasi yang lain seperti yahoo, google, MSN, dll. Memang sebuah kerja berat, karena harus mengubah pola pikir dan kebiasaan kru media cetak, terutama para reporter hingga editor.
Informasi tidak bisa lagi ditunda hingga esok untuk sampai kepada konsumen. Up-dating berita terus menerus merupakan sebuah keniscayaan. Selain itu harus memberi ruang kepada masyarakat untuk dapat menyampaikan informasi secara langsung melalui media digital. Informasi yang diberikan masyarakat itu dikenal dengan istilah citizen journalism.
Pembuat informasi dan berita bukan lagi monopoli reporter reguler. Kebutuhan masyarakat menyampaikan opini. Di era digital, pendapat, gagasan, dan isi pikirannya tidak bisa lagi dibelenggu oleh para editor. Tak ada pilihan lain kecuali mewadahi komunitas digital itu, agar para penerbit dan produk media massa tidak menjadi bagian dari masa lalu. (febby mahendra)

Tidak ada komentar: