Jumat, 16 Oktober 2009

MISTERI KASUS ANTASARI

KASUS yang menimpa Antasari Azhar, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membetot perhatian saya.
Bukan hanya karena ada bumbu perselingkuh-an seperti tertuang dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), tetapi adanya per-tanyaan besar yang barangkali menggelayuti banyak orang, yaitu apakah sekonyol itu Antasari memerintahkan menghabisi Nasrudin.
Mungkinkah terjadi missperception di antara Antasari, Sigid Haryo Wibisino, dan Kombes Pol Wiliardi Wizar? Fakta yang tak dibantah para pihak dalam perkara itu adalah Antasari pernah curhat kepada karibnya, Sigid Haryo Wibisono (penguasa sekaligus pemilik koran terbitan Jakarta), mengenai ulah Nasrudin Zulkarnaen yang terus melakukan pemerasan dan teror.
Fakta lainnya, Sigid kemudian memperkenalkan Antasari kepada Wiliardi, perwira menengah di Mabes Polri yang menjabat Kepala Subdit Pariwisata dan Pengamanan Objek Vital, Babinkam.Wiliardi mendapat dana Rp 500 juta dari Sigid untuk menyelesaikan urusan dengan Nasrudin Zulkarnaen.
Siapa yang paling berpeluang mempunyai ide untuk menghentikan ulah Nasrudin dengan cara menyewa pembunuh bayaran? Mari kita telusuri satu per satu dari data yang tersedia.
Setelah dimintai bantuan menyelesaikan keruwetan yang dialami Antasari, Wiliardi menghubungi Jerrry Lo. Pengusaha asal Pontianak tersebut selanjut-nya mengontak kenalannya, Eduardus Ndopo Mbete (Edo). Orang inilah yang menerima biaya operasional Rp 500 juta, langsung dari tangan Wiliardi di Cilandak Town Square (Citos).
Cerita berikutnya, Edo yang mengkoordinasi para pelaksana di lapangan (eksekutor).Bisa jadi Antasari tidak pernah punya pikiran hingga ke hal teknis untuk menyelesaikan masalahnya. Sebagai petinggi lembaga penegak hukum yang tengah naik daun, bisa jadi detail teknis dipercayakan kepada Sigid dan Wiliardi.
Sejumlah kalangan percaya, tidak pernah terlontar perintah Antasari untuk membunuh Nasrudin. Pikiran menyelesaikan masalah dengan cara menghabisi korban kemungkinan besar datang dari Sigid dan/atau Wiliardi. Kalau teori itu dianut, apakah mungkin Sigid dan Wiliardi tidak menyampaikan kepada Antasari? Apalagi penyelesaian masalah memerlukan dana setidaknya Rp 500 juta, sebuah jumlah yang tidak sedikit.
Tampak benar, pemegang kunci persoalan ini adalah Sigid dan Wiliardi. Uniknya, Wiliardi beberapa kali mengubah keterangan. Awalnya, mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan tersebut mengaku perintah membunuh berasal dari Antasari. Lalu ia mencabut keterangan pertama sembari menyebut Antasari tidak pernah mengeluarkan perintah menghabisi korban.
Kalau memang benar Antasari tidak pernah minta menghabisi Nasrudin, apakah dengan demikian Wiliardi ingin mengatakan perintah berasal dari Sigid atau inisiatif dirinya sendiri? Tidak mudah menentukan karena masing-masing mempunyai kepentingan untuk meloloskan diri dari tuduhan atau setidak-tidaknya meringankan posisinya.
Tidak tertutup kemungkinan mereka berdua salah menafsirkan keinginan Antasari, atau punya inisiatif sendiri untuk menuntaskan masalah. Istilahnya kebablasan. Di atas kertas, memang tidak ada cara lain untuk menghentikan gerakan Nasrudin yang menekan dan meneror Antasari.
Kalau Antasari menuruti semua keinginan Nasrudin, risikonya mempertaruh-kan posisi, reputasi, dan jabatannya. Kalau tidak dituruti, Nasrudin bisa kian menjadi-jadi. Membungkam Nsrrudin melalui jalur hukum juga justru bisa jadi bumerang.
Inilah dilema yang dihadapi Antasari Cs sehingga logis saja kalau penyidik yakin betul pada tuduhannya. Motifnya cukup terang benderang. Namun, adakah orang lain, di luar kelompok Antasari yang menginginkan kematian Nasrudin?
Mungkin para pejabat di PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) yang dibidik Nasrudin sebagai pesakitan kasus korupsi, tidak suka pada pria asal Sulawesi Selatan tersebut. Bukankah Nasrudin ikut berperan memberikan data mengenai korupsi di PT RNI kepada Antasari.
KPK baru menjaring Direktur Keuangan PT RNI, Ranedra Dangin, sebagai pesakitan. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menghukum Ranedra tiga tahun penjara, karena terbukti terlibat korupsi impor gula.
Kabarnya, Nasrudin ingin menggusur para petinggi RNI --holding company PT Putra Rajawali Banjaran, tempat kerja Nasrudin-- dengan menjebloskan mereka ke penjara melalui tangan Antasari. Dengan demikian ia dapat menduduki jabatan di perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) tersebut. Orang-orang yang dirugikan Nasrudin tersebut bukan berarti ikut terlibat atau teridikasi terlibat. Begitu pula orang-orang yang terganggu oleh gebrakan Antasari dan KPK , tidak bisa begitu saja bisa dituding berada di balik kematian Nasrudin.
Dalam eksepsinya Antasari telanjur melontarkan pernyataan ada grand skenario untuk melumpuhkan dirinya sebagai Ketua KPK dan lembaga pemberantas korupsi yang dipimpinnya. Benarkah lontaran Antasari tersebut?
Akankah waktu akan menjawab misteri tersebut? Atau hanya akan terkubur sebagai File X, seperti kasus kematian Munir dan Marsinah?? Entah!!!

Tidak ada komentar: