Kamis, 26 November 2009

MAKELAR KASUS ATAU PENIPU?


ENTAH benar-benar bingung atau pura-pura bingung. Mabes Polri mengaku kesulitan menjaring Anggodo Widjojo sebagai tersangka. Adik tersangka Anggoro Widjojo (Direktur PT Masaro Radiokom) itu berperan sebagai perantara uang suap Rp 5,1 miliar dari kakaknya kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Anggodo juga dianggap sebagai rekayator kriminalisasi dua pimpinan nonaktif KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Semua tergambar jelas dalam rekaman hasil sadapan pembicaraan telepon Anggodo dengan sejumlah oknum, seperti diperdengarkan di sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
Wakil Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Wakabareskrim) Polri Irjen Dikdik Mulyana Arief sampai harus datang ke KPK untuk berkoordinasi membahas bagaimana menjaring Anggodo sebagai tersangka. Alasannya, KPK lebih punya bukti untuk mengusut Anggodo karena punya rekaman hasil sadapan pembicaraan telepon Anggodo.
Dalam proses pengumpulan bukti, KPK telah beberapa kali memeriksa Ari Muladi, perantara yang dimintai tolong Anggodo untuk menyerahkan uang kepada pimpinan KPK. Keterangan Ari memang kunci pembuka tuduhan percobaan suap terhadap Anggoro-Anggodo.
KPK perlu punya bukti untuk mengungkap secara gamblang peran Anggodo yang sebelumnya mengakui telah menyerahkan sejumlah uang kepada Ari Muladi dalam tiga tahap. Anggodo selalu beralasan, kakaknya terpaksa merocoh kocek karena 'diperas' oknum pimpinan KPK melalui Ari Muladi.
"Ari Muladi pernah bilang kepada saya kenal baik dengan Ade Rahardja, Deputi Penindakan KPK. Menurut Ari, Ade menyatakan Anggoro perlu memberikan atensi (suap) kalau ingin perkaranya di KPK beres," begitu pengakuan Anggodo.
Namun Ari Muladi menyatakan hanya mengaku-ngaku mengenal Ade Rahardja dan pimpinan KPK lainnya. Ia justru menunjuk sosok misterius bernama Yulianto sebagai orang yang menyerahkan uang suap kepada oknum pimpinan KPK.
Ari mengaku melihat sendiri bagaimana Yulianto menyerahkan uang kepada sejumlah orang yang disebutnya sebagai pimpinan KPK. Tak pelak muncul kecurigaan, Ari dan Yulianto merupakan sindikat penipu, bukan makelar kasus.
Bisa jadi mereka memanfaatkan oknum pegawai rendahan di KPK untuk membuat sinetron berjudul Menyuap Pimpinan KPK. Saya jadi teringat ulah oknum pegawai rendahan di Mahakmah Agung (MA) yang menipu pengusaha kakap Probosutedjo.
Pengacara Probo, Harini Wiyoso (mantan hakim), menyerahkan suap Rp 6 miliar kepada lima oknum pegawai MA yang mengaku dekat dengan Ketua MA Bagir Manan dan sejumlah hakim agung. Ternyata lima oknum itu hanya mengaku-ngaku dan tidak punya akses kepada para hakim agung, termasuk Bagir Manan, yang mengadili kasus Probosutedjo.
Mirip kasus Probo
Tidak tertutup kemungkinan drama suap Probosutedjo terulang kembali. Kali ini Ari Muladi berposisi mirip Harini Wiyoso, sedang Yulianto dan orang-orang yang disebutnya sebagai oknum pimpinan KPK mirip lima pegawai rendahan MA.
Bukankah sebelum muncul kasus Bibit-Chandra sering terjadi penipuan dilakukan orang-orang yang mengaku sebagai penyidik KPK. Bukan tidak mungkin Yulianto Cs --kalau memang benar-benar ada-- merupakan kelompok penipu profesional.
Kalau dugaan itu benar, Anggoro dan Anggodo hanyalah korban penipuan alias rekayasa Ari Muladi dan Yulianto Cs. Anggodo ganti melakukan rekayasa untuk menjebloskan Bibit dan Chandra karena merasa dipermainkan. Sudah mengeluarkan duit tapi kok perkara kakaknya di KPK jalan terus.
Bisa dipahami bagaimana paniknya Anggodo ketika mengetahui gagal membantu kakaknya lolos dari jeratan KPK, padahal Anggoro sudah mengeluarkan uang Rp 6 miliar. Ya memang tak ada jalan lain kecuali memperkarakan Bibit-Chandra yang dianggapnya wanprestasi alias ingkar janji.
Kalau jalan ceritanya seperti itu Ari Muladi lah yang harus menanggung akibat hukumnya. Ia harus menanggung sendirian karena tak mampu mengarahkan penyidik kepada sosok Yulianto dan oknum KPK yang kabarnya menerima duit itu di Pasar Festival, Jakarta.
Agak janggal juga menyimak pengakuan Ari Muladi yang mengaku sudah kenal lama dengan Yulianto tapi tidak mampu menunjukkan jati diri sosok bersangkutan secara jelas dan lengkap. Kalau pengakuannya benar, bagaimana mungkin sesoerang percaya menyerahkan uang miliaran rupiah kepada orang yang tak jelas jati diri dan keberadaannya? Aneh!!!!!!

Tidak ada komentar: