Senin, 08 Oktober 2007

BAHASA INDONESIA BISA JADI BAHASA INTERNASIONAL?


LAHIR di Surabaya, 15 April 1966. Wanita ini seorang pengajar di SMA Negeri 1 Waru, Sidoarjo, Jawa Timur. Mata pelajaran yang diberikan perempuan bernama Sri Ati Soeharningsih tersebut adalah Bahasa dan Sastra Indonesia.
Tak terasa sudah 16 tahun, perempuan itu menjadi pendamping hidupku dan memberi empat buah hati, semuanya perempuan. Ada Shefi, Sherly, Shena, dan si bungsu Sandra.
Kini ia tengah melanjutkan studi di strata dua (S2). Bu Sri tengah tekun mempelajari marketing, sebuah ilmu yang sangat menarik karena berhubungan dengan kiat menarik hati konsumen. Selintas ilmu baru yang tengah dipelajarinya tidak ada kaitan dengan posisi sebagai pengajar Bahasa Indonesia. Bernarkah? Jawabannya, tentu saja tidak.
Bahasa Indonesia perlu juga 'dipasarkan' biar tak kalah dengan Bahasa Inggris, kalau perlu menjadi bahasa pengantar di dunia internasional.
Kadang memprihatinkan melihat berbagai bangunan megah sebagai simbol kaum urban diberi nama dengan Bahasa Inggris. Anak-anak di metropolis lebih merasa wahh ketika ngobrol dengan Bahasa Inggris meski hanya sepotong-sepotong dan nggak jelas konteksnya.
Masih mending para santri di Ponpes Modern Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, yang wajib menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar selain Bahasa Arab. Para pengajar di ponpes tersebut jelas nawaitu-nya, yaitu ingin para santri menguasai Bahasa Inggris dan Bahasa Arab, bukan sekadar supaya kelihatan wahh.
Perlu marketing canggih untuk menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam forum-forum internasional. Anggap saja masyarakat internasional merupakan para costumer yang perlu diedukasi agar di benak mereka munculpersepsi positif bahwa Bahasa Indonesia yang merupakan rumpun Bahasa Melayu, memenuhi syarat sebagai bahasa internasional.
Bahasa Inggris diakui sebagai bahasa internasional karena negara tersebut pernah menguasai (menjajah) dua per tiga wilayah di Planet Bumi ini. Bahasa Mandarin juga diakui sebagai bahasa internasional karena dipakai di negeri yang paling banyak jumlah penduduknya.
Bahasa Indonesia sebenarnya memenuhi syarat sebagai bahasa internasional karena dipahami oleh warga di negara yang jumlah penduduknya terbanyak nomor empat di seluruh dunia. Selain itu, warga Singapura dan Malaysia juga paham Bahasa Indonesia (Melayu). Tinggal bagaimana memasarkan dan mempromosikan dengan tepat barang bernama Bahasa Indoensia. Sebuah tantangan menarik, bukan??

NYANYIAN SI BUNGSU


PANGGILAN sayangnya Chila. Di rumah, bocah bernama lengkap Sandra Akhira Meisya Lova, kelahiran Surabaya 30 Mei 2002, itu sering dipanggil Adik. Maklum, ia anak paling kecil alias bontot dari empat bersaudara.
Hobinya menyanyi, meski lafalnya masih pelat alias cedhal. Lagu-lagu yang lagi favorit semacam Ketahuan (Matta Band), Slow Down Baby (She), Bersama Bintang (Drive), dan Sebelum Cahaya (Letto), hafal di luar kepala.
Suara Chila serak, maklum pita suaranya terganggu akibat pembengkaan. Kerongkongannya pernah difoto menggunakan kamera yang dimasukkan lewat mulut.
"Hebat, anak ini masih usia lima tahun tapi kami tak kesulitan mengambil gambar pita suaranya. Kemarin ada pasien anak usia 8 tahun gagal di potret pita suaranya karena terus menangis," ujar seorang dokter spesialis THT di Rumah Sakit Husada, Surabaya,
Sebenarnya Chila belum boleh terlalu banyak mengeluarkan suara, termasuk menyanyi. Namun, dasar anak-anak dan hobi tarik suara, begitu mendengar lagu dari televisi, ia langsung saja ia ikut menyanyi. Kasihan juga melihatnya. "Kapan aku boleh ikut les vokal lagi di Tom's Music," ujar Chila kepada sang Mama. Maklum, sejak diperiksa pakar THT Prof Dr dr Wiyadi SpT, Chila terpaksa absen dari sekolah vokal di Tom's Music, Wisma Tropodo, Waru, Sidoarjo.
FOTO: Chila (kanan) bersama sang kakak sulung Shefi.

Rabu, 03 Oktober 2007

PERASAAN SANG JURI


JADI juri memang gampang-gampang susah. Apalagi kalau peserta yang dinilai ada kawan sendiri. Kalau memenangkan dikira curang, kalau mengalahkan tak enak pada sang kawan.
Begitu saya alami ketika menjadi juri festival band se-Kepri pada 2006 lalu dan juri lomba penulisan kategori pelajar, mahasiswa/umum, dan wartawan, mengenai kelistrikan pada Oktober 2007.
Pada saat festival band, ada dua peserta yang para pemainnya personel Tribun Batam. Begitu pula dalam lomba penulisan, setidaknya ada tiga wartawan Tribun Batam yang ikut. Meski dalam lembar tulisan tidak tercantum nama, tapi saya tahu persis mana tulisan kawan-kawan Tribun dan wartawan media lainnya.
Dua grup band Tribun Batam dengan sangat terpaksa saya beri nilai jelek karena main tidak kompak dan vokalisnya menyanyi seperti orang kehabisan suara. Ampun deh, ikut malu rasanya melihat penampilan mereka. "Mas ini grup band dari Tribun ya," tanya juri lain di samping saya. Saya pura-pura tak mendegar pertanyaan itu untuk menutup malu.
Begitu pula ketika menilai tulisan seorang wartawan peserta lomba menulis. Ada tiga paragraf dalam tulisan itu yang mengadopsi mentah-mentah tulisan yang pernah saya buat. Dengan sangat terpaksa saya beri nilai tipis kepada sang penulis.
Juri penulisan tidak hanya saya tetapi juga Warief Djajanto Basorie (staf pengajar Lembaga Pers Dr Soetomo, Jakarta) dan Chandra Ibrahim (Pemimpin Redaksi Batam Pos). Begitu nilai terkumpul dan dijumlahkan, juara pertama diraih Indrawan, bekas Redaktur Tribun Batam yang hengkang ke Batam News (Jawa Pos Grup), juara II M Iqbal (Batam Pos), dan Juara III Trisno Aji Putra (Tribun Batam).
"Saya sebenarnya menjagokan tulisan Trisno Aji Putra. Dalam tulisannya dia mengupas kehidupan rakyat kecil di Bintan yang memenuhi kebutuhan listrik tanpa tergantung kepada PLN. Sosok ibu yang ada di tulisan itu kan memasang sendiri pembangkit listrik tenaga matahari," ujar Warief kepada saya usai mengumumkan hasil penjurian di Hotel Planet Holiday, Batam, Rabu (3/10).
Saya sendiri sebenarnya mau memberi nilai tinggi pada tulisan Aji --wartawan Tribun di Tanjungpinang (Bintan)-- tapi nggak enak hati karena isinya agak menyimpang sedikit dari tema. Orisinilitasnya tinggi, tulisannya mengalir, dan bisa memberi pencerahan kepada orang lain untuk tak dihinggapi ketegantungan pada pihak lain.
Sayang lokasi dan subyek tulisan berada di Bintan, sebuah kawasan yang berada di luar jangkauan pelayanan PT Pelayanan Listrik Basional (PLN) Batam. Andai saja Aji sedikit mengaitkan tulisannya dengan rencana pembangunan proyek interkoneksi Batam-Bintan, sangat mungkin dia jadi juara I.
Warief berniat memberi catatan terhadap para peserta lomba itu, terutama para wartawan. Mengapa? "Saya lihat kehidupan pers di Batam berbeda dengan daerah lain. Batam ini kan bukan ibukota provinsi, tapi ada banyak media massa cetak dan elektronik di sini. Di Jawa saja hanya sedikit kota yang bukan ibukota provinsi punya media massa beragam," ujarnya.
Memang, ibukota Provinsi Kepri bukan di Batam melainkan Tanjungpinang. Namun, di Tanjungpinang justru tidak ada media massa yang terbit di kota itu. Semua media massa di Kepri berkantor pusat dan diterbitkan di Batam.
Masih mending Provinsi Kaltim. Ibukota provinsi itu di Samarinda tapi orang lebih mengenal Kota Balikpapan. Hanya satu koran yang terbit di Samarinda, yaitu Samarinda Pos, sedangkan dua koran besar, Tribun Kaltim dan Kaltim Pos, terbit di Balikpapan.
Ya, Batam dan Balikpapan punya kesamaan. Sama-sama punya bandara internasional, kesamaan jumlah penduduk (sekitar 600 ribu-750 ribu jiwa), sama-sama jadi pusat bisnis di wilayah provinsi bersangkutan, dan sama-sama menjadi tempat tinggal orang asing. Samarinda hanya punya bandara kecil, begitu pula Tanjungpinang.
Bedanya, Balikpapan termasuk wilayah yang terkena krisis listrik, sedangkan Batam tidak lah yauww... Kalau tulisan Trisno Aji Putra dibaca warga Balikpapan, setidaknya dapat memberi inspirasi bagi warganya untuk mencari pasokan listrik alternatif, tidak hanya tergantung pada PLN. Bukan mustahil penjualan solar cell meningkat tajam... Listik memang sering jadi masalah, dan PLN selalu dibenci sekaligus dicari!!!!
==========================================================
FOTO: Warief Djajanto Basoerie (Ketua Dewan Juri) ketika mengumumkan para pemenang lomban penulisan, di Hotel Planet Holiday, Batam, Rabu (3/10). Hasil jepretan IMAN SURYANTO

Selasa, 02 Oktober 2007

SYAHWAT SANG POLITISI





"BOS, tolong buka pintu, kami petugas dari Poltabes Barelang. Kami minta kerja samanya, kalau bos tidak mau malu." Teriakan itu dilontarkan Kepala Unit (Kanit) IV Satuan Intelijen dan Keamanan Poltabes Barelang, AKP Maryon di depan kamar 204 Hotel Holiday, Nagoya, Batam, Senin (1/10).

Sudah sekitar 30 menit anak buah Maryon menggedor-gedor pintu kamar hotel itu. Tak ada reaksi sedikitpun dari sang penghuni kamar. Jarum jam menunjuk pukul 23.30 WIB. "Kalau tidak mau buka, kita tunggui terus di sini sampai dia keluar. Kalau perlu kita makan sahur di sini," ujar Maryon kepada anak buahnya yang berjumlah empat orang.

Apa sih yang terjadi? Rupanya para polisi itu tengah memburu seorang anggota DPRD Kabupaten Lingga bernama M Sadri (62) yang tengah menginap di hotel itu. Lalu apa kesalahannya? Ada SMS masuk ke HP polisi menyebut Sadri berselingkuh dengan istri Hasan bernama Zakavira alias Yanti (40). Ahhhhh kasus perkelaminan yang biasa menimpa para politisi kita akhir-akhir ini, di antaranya Yahya Zaini (anggota FPG DPR) hingga Bustamam (anggota DPRD Lima Puluh Kota, Sumbar).

Gedoran pintu petugas polisi membangunkan para penghuni Hotel Holiday lainnya. Dengan mimik ketakutan mereka memandang ke arah kamar itu. Kunci duplikat hotel tak bisa dipakai polisi karena pintu kamar digrendel dari dalam. "Percuma pakai kunci duplikat, soalnya digrendel dari dalam," ujar polisi bersungut-sungut.

Penantian polisi akhirnya berbuah. Sadri membuka pintu. "Ada apa," tanyanya kalem. "Kami dari Poltabes Barelang, ingin memeriksa kamar ini," jawab AKP Maryon. "Silakan, nggak ada apa-apa di sini," jawab pria yang kelihatan sudah mulai uzur itu. "Hidupkan lampunya! Mana saklar untuk menghidupkan lampu," teriak Maryon.

Lampu di kamar itu memang dimatikan. Begitu lampu menyala, polisi dan wartawan langsung menyerbu masuk. Clap..clap..clap!!! Kilatan lampu kamera langsung mengenai wajah Sadri dan Yanti. Sadri mengenakan piyama duduk di kursi, sedangkan sang perempuan memakai kaus merah dan celana putih selutut. Rambutnya basah.

"Ibu siapa? Apa hubungan Ibu dengan Bapak ini. Ibu kan sudah punya suami," berondong polisi. "Saya janda. Kami sudah lama kenal, dan sebentar lagi mau menikah," jawab Yanti yang malam itu tidak mengenakan bra. "Ibu kan istrinya Hasan," tanya polisi lagi. "Saya tidak kenal Hasan. Saya janda. Siapa yang bilang saya istri Hasan," kilahnya.

Hotel berbintang

Polisi tak mau banyak debat di kamar sempit itu. "Udah begini saja, Bapak dan Ibu segera ganti pakaian. Kami mau bawa Anda sekalian ke Poltabes," potong Maryon. Sambil menuju ke kamar mandi, Sadri menenteng celana dalam warna putih. Ia berganti baju batik dan celana kain. Berikutnya Yanti masuk kamar mandi untuk memakai bra yang sebelumnya tergeletak di kursi. Perempuan berkulit putih dan berhidung mancung itu tetap mengenakan kaus merah dan celana putihnya

Drama perselingkuhan itu berakhir di Poltabes Barelang. Ironis. Syahwat yang menjadi bagian tak terpisahkan dari manusia berubah menjadi bencana. Esok harinya, adegan di kamar hotel itu terpampang jelas di surat kabar. "Mengapa anggota DPRD itu menginap di hotel melati? Mengapa ia tidak menginap di hotel berbintang, kan pasti lebih aman," ujar seorang general manajer sebuah hotel bintang empat di Batam ketika bertemu saya dalam acara buka puasa.

Ia mengakui hotel-hotel berbintang di Batam sering dipakai para politisi untuk berselingkuh. "Saya tutup mata saja. Etika kami memang melindungi privacy para tamu. Yang penting mereka tak bikin ribut dan menggangu ketenangan tamu lain," ujar sang GM (general manajer). Saya cuma tersenyum mendengarnya. Masuk akal. Demi kepentingan bisnis, moralitas sang GM terpaksa harus disimpan dalam-dalam.

"Mari lho Mas Febby, hidangan buka puasanya dinikmati. Adzan maghrib sudah terdengar, batalkan puasanya," ujar sang GM membuyarkan lamunan saya. Saya segera mengambil sepotong buah apel di meja hidangan, padahal saya tak puasa. Buah apel ranum dan manis rasanya. Mungkin begitu lah yang dirasakan Sadri ketika berada dalam satu kamar dengan Yanti di Hotel Holiday. Siapa takut!!!! (febby mahendra)

Keterangan foto: Sadri dan Yanti sibuk bebenah ketika hendak dibawa ke Poltabes Barelang (gambar atas). Yanti diinterogasi AKP Maryon (kanan) dan seorang anak buahnya. Ogut yang pakai topi loreng ikut ngelihat. Mungkin dikira anggota polisi juga (gambar bawah)

RAYAKAN HUT DINI HARI



BYURRR!!! Mendadak sontak hujan ditumpahkan dari langit ketika rombongan Tribun Batam tengah menuju Pondok Pesantren dan Tempat Pendidikan Alquran (TPA) Az-Zainiyah, Tanjungriau, Selasa (2/10).
Jarum jam menunjukkan pukul 01.30 WIB. Saking derasnya, mobil Suzuki APV hitam yang membawa rombongan, tak bisa melaju kencang. Kecepatan wiper di mobil sudah pada level paling tinggi, tapi tak mampu membuat kaca menjadi lebih terang untuk melihat jalan aspal di depan.
Dini hari itu rombongan Tribun tidak sendiri. Rombongan Direksi dan Manajemen PT Pelayanan Listrik Nasional (PLN) Batam ikut serta menuju ke Bukit Bahagia tersebut untuk menggelar Sahur Bersama. Tak seperti sahur bersama sebelumnya, kali ini punya nawaitu (maksud) khusus yaitu mensyukuri HUT ke-7 PT PLN Batam yang jatuh pada 3 Oktober.
Di tengah hujan, untuk menuju Pondok Pesantren Az-Zainiyah bukan perkara mudah. Dari jalan beraspal, lokasi itu dihubungkan jalan tanah yang menanjak. Di sana-sini tampak rekahan tanah akibat tergerus air hujan. Kalau tak hati-hati bisa terperosok
Plang..plang...plang..plang...prok...prok!!! Kami terkejut mendengar bunyi rebana ditabuh bertalu-talu. Rupanya para santri menyuguhkan musik komplang untuk menyambut rombongan. Ya semacam musik selamat datang. Bunyi rebana bersaing dengan guyuran hujan.
Direktur Utama PT PLN Batam Ir Ifriandi Msc bersama istri terpaksa dipayungi supaya tidak basah kuyup ketika keluar dari mobil menuju masjid yang dipakai sebagai lokasi sahur bersama. Dua santri memainkan pencak silat di depan pintu masjid. Asyik juga nonton pencak silat di tengah hujan deras dini hari yang dingin.
"Terima kasih kepada Tribun yang telah memberi inspirasi kepada PLN untuk menggelar sahur bersama di tempat ini. Inilah sahur bersama pertama PT PLN Batam. Kalau buka puasa bersama sudah sering," ujar Ifriandi dalam sambutannya.
Syukur, rangkaian acara berjalan lancar dan hangat, meski hujan baru berhenti menjelang salat subuh. Alhasil saya baru sampai di rumah sekitar pukul 06.00. Hari sudah terang tanah, tapi mata kami sudah tidak bisa diajak kompromi. Maunya segera terpejam di peraduan.
Beberapa hari sebelumnya, Tribun memang menawarkan kerja sama kepada PT PLN Batam untuk menjadi bagian dari Sahur Adventure. Gayung bersambut. PT PLN Batam tertarik menggelar sahur bersama untuk merayakan HUT ke-7. Jadilah Tribun sebagai media partner dan event organizer acara itu.
Ada dua manfaat yang dapat dipetik. Tribun tak perlu keluar uang untuk memperluas cakupam brand image. Manfaat kedua, Tribun dapat pemasukan karena PT PLN memasang foto-foto acara itu sebagai advertorial. Istilah gampangnya masang iklan foto-foto. Yah, sambil menyelam minum air... (febby mahendra)