LAIN Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), lain pula Bank Indonesia (BI). Silang sengkarut antara BPK dan BI terjadi dalam memandang kasus Bank Century yang mendapat dana penempatan modal sementara (PMS) dari Lembaga Penjamin Simpanan sebesar Rp 6,75 triliun.
Hasil audit investigasi BPK terhadap PMS di Bank Century menyebutkan terjadi beberapa penyimpangan. Sorotan utama diarahkan kepada terbitnya keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) diketuai Menteri Keuangan Sri Mulyani, 21 November 2008, untuk menyelamatkan Bank Century. Begitu pula tindakan BI memberikan fasiltas pinjaman jangka pendek (FPJP) Rp 689,394 miliar kepada Bank Century pada 14 November dan 17 November 2008 --sebelum dinyatakan sebagai bank gagal berdampak sistemik-- karena mengalami krisis likuiditas.
BPK berpendapat, Bank Century tidak layak mendapat FPJP karena rasio kecukupan modalnya tidak mencapai 8 persen (maksudnya 8 persen dari total dana pihak ketiga di bank bersangkutan) seperti dipersyaratkan dalam Peraturan BI. BPK mencatat, pada saat mendapat FPJP tahap pertama sebesar Rp 356,813 miliar, 14 November 2008, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) negatif/minus 3,53 persen.
Selain itu pemberian FPJP tidak disertai jaminan senilai minimal 150 persen dari dana yang dikucurkan BI untuk membantu menstabilkan likuiditas Bank Century. Menurut BPK jaminan yang diberikan Bank Century hanya 80 persen.
Begitu pula keputusan KSSK dianggap tidak punya dasar yang jelas. BPK menyebut keputusan yang menyebutkan Bank Cenutry sebagai bank gagal berdampak sistemik hanya berdasarkan judgement semata.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Bank Indonesia meradang. BI memberi penjelasan panjang lebar mengenai dua sorotan utama itu. Intinya, hasil audit investigasi BPK tidak benar dan tidak mempertimbangkan penjelasan Menteri Keuangan dan BI.
BI membantah rasio kecukupan modal Bank Century saat pemberian FPJP dalam kondisi negatif/minus. Hingga 30 September 2008 rasio kecukupan modal Century sebesar 2,5 persen. Mengenai jumlah jaminan, BI menyatakan perhitungan yang dilakukan BPK kurang tepat sehingga jumlahnya tidak mencapai 150 persen dari FPJP.
Aliran dana Century
Begitu pula mengenai keputusan menyatakan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, didasari oleh parameter-parameter yang jelas. BI menyebut keputusan itu merupakan profesional judgement.
Jadilah dua lembaga negara dalam posisi head to head. Mana yang benar?? Entah!! Waktu juga yang akan membuktikan, siapa yang benar. Di tengah berdebatan itu muncul publikasi mengenai aliran dana Bank Century ke sejumlah pihak ke lingkar dalam Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Publikasi yang disampaikan Jaringan Aktivis, Senin, 30 November 2009, tersebut boleh dibilang mengejutkan. Dana Century yang mengalir ke sejumlah tokoh (di antaranya menteri Kabinet Indonesia Bersatu II), institusi swasta, partai politik, dan lembaga penyelenggara pemilu itu mencapai Rp 1,8 triliun.
Validkah data itu? Jaringan Aktivis mengaku siap bertanggungjawab bahkan hingga ke pengadilan kalau data aliran dana itu bohong belaka. Mereka mengaku mendapat data tersebut dari orang dalam lembaga negara. Padahal lembaga yang punya wewenang dan akses ke pembukuan bank hanya Bank Indonesia dan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK).
PPATK hanya memberi lontaran adanya 50 transaksi mencurigakan di Bank Century yang melibatkan 17 pihak (perorangan dan institusi). Apakah 17 pihak segaris dengan temuan Jaringan Aktivis? Belum jelas...
BPK sendiri tidak punya akses terhadap hasil pemeriksaan yang dilakukan PPATK karena terkendala ketentuan undang-undang. PPATK hanya bisa memberikan hasil penelusuran kepada penyidik Polri dan kejaksaan.
Heboh Century tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Ongkos sosial dan politik hingar bingar kasus Bank Century, tidak kecil. Apalagi setelah para politisi pengagas hak angket (hak melakukan penyelidikan) melakukan manuver tajam dengan menggelar safari politik ke sejumlah tokoh nasional.
Kalau tak dikelola dengan benar, isu kasus Bank Century bakal menjadi bola liar, menghantam ke sana ke mari. Tak mustahil akan memporakporandakan struktur bangunan politik yang dibangun dengan susah payah dan biaya luar biasa banyak melalui pemilu legislatif dan pemilihan presiden-wakil presiden 2009.
Diakui atau tidak, kasus Century mengarah kepada pimpinan nasional, Presiden SBY dan Wakil Presiden Boediono. Saat penyelamatan Bank Century dilakukan, Boediono menjabat Gubernur Bank Indonesia . Tak pelak, kasus Century merupakan isu yang panasnya berlipat-lipat dibanding kasus kriminalisasi terhadap dua pimpinan nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Semoga saja tak sampai membakar habis negeri ini......
Caption foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Plt Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution
Hasil audit investigasi BPK terhadap PMS di Bank Century menyebutkan terjadi beberapa penyimpangan. Sorotan utama diarahkan kepada terbitnya keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) diketuai Menteri Keuangan Sri Mulyani, 21 November 2008, untuk menyelamatkan Bank Century. Begitu pula tindakan BI memberikan fasiltas pinjaman jangka pendek (FPJP) Rp 689,394 miliar kepada Bank Century pada 14 November dan 17 November 2008 --sebelum dinyatakan sebagai bank gagal berdampak sistemik-- karena mengalami krisis likuiditas.
BPK berpendapat, Bank Century tidak layak mendapat FPJP karena rasio kecukupan modalnya tidak mencapai 8 persen (maksudnya 8 persen dari total dana pihak ketiga di bank bersangkutan) seperti dipersyaratkan dalam Peraturan BI. BPK mencatat, pada saat mendapat FPJP tahap pertama sebesar Rp 356,813 miliar, 14 November 2008, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) negatif/minus 3,53 persen.
Selain itu pemberian FPJP tidak disertai jaminan senilai minimal 150 persen dari dana yang dikucurkan BI untuk membantu menstabilkan likuiditas Bank Century. Menurut BPK jaminan yang diberikan Bank Century hanya 80 persen.
Begitu pula keputusan KSSK dianggap tidak punya dasar yang jelas. BPK menyebut keputusan yang menyebutkan Bank Cenutry sebagai bank gagal berdampak sistemik hanya berdasarkan judgement semata.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Bank Indonesia meradang. BI memberi penjelasan panjang lebar mengenai dua sorotan utama itu. Intinya, hasil audit investigasi BPK tidak benar dan tidak mempertimbangkan penjelasan Menteri Keuangan dan BI.
BI membantah rasio kecukupan modal Bank Century saat pemberian FPJP dalam kondisi negatif/minus. Hingga 30 September 2008 rasio kecukupan modal Century sebesar 2,5 persen. Mengenai jumlah jaminan, BI menyatakan perhitungan yang dilakukan BPK kurang tepat sehingga jumlahnya tidak mencapai 150 persen dari FPJP.
Aliran dana Century
Begitu pula mengenai keputusan menyatakan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, didasari oleh parameter-parameter yang jelas. BI menyebut keputusan itu merupakan profesional judgement.
Jadilah dua lembaga negara dalam posisi head to head. Mana yang benar?? Entah!! Waktu juga yang akan membuktikan, siapa yang benar. Di tengah berdebatan itu muncul publikasi mengenai aliran dana Bank Century ke sejumlah pihak ke lingkar dalam Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Publikasi yang disampaikan Jaringan Aktivis, Senin, 30 November 2009, tersebut boleh dibilang mengejutkan. Dana Century yang mengalir ke sejumlah tokoh (di antaranya menteri Kabinet Indonesia Bersatu II), institusi swasta, partai politik, dan lembaga penyelenggara pemilu itu mencapai Rp 1,8 triliun.
Validkah data itu? Jaringan Aktivis mengaku siap bertanggungjawab bahkan hingga ke pengadilan kalau data aliran dana itu bohong belaka. Mereka mengaku mendapat data tersebut dari orang dalam lembaga negara. Padahal lembaga yang punya wewenang dan akses ke pembukuan bank hanya Bank Indonesia dan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK).
PPATK hanya memberi lontaran adanya 50 transaksi mencurigakan di Bank Century yang melibatkan 17 pihak (perorangan dan institusi). Apakah 17 pihak segaris dengan temuan Jaringan Aktivis? Belum jelas...
BPK sendiri tidak punya akses terhadap hasil pemeriksaan yang dilakukan PPATK karena terkendala ketentuan undang-undang. PPATK hanya bisa memberikan hasil penelusuran kepada penyidik Polri dan kejaksaan.
Heboh Century tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Ongkos sosial dan politik hingar bingar kasus Bank Century, tidak kecil. Apalagi setelah para politisi pengagas hak angket (hak melakukan penyelidikan) melakukan manuver tajam dengan menggelar safari politik ke sejumlah tokoh nasional.
Kalau tak dikelola dengan benar, isu kasus Bank Century bakal menjadi bola liar, menghantam ke sana ke mari. Tak mustahil akan memporakporandakan struktur bangunan politik yang dibangun dengan susah payah dan biaya luar biasa banyak melalui pemilu legislatif dan pemilihan presiden-wakil presiden 2009.
Diakui atau tidak, kasus Century mengarah kepada pimpinan nasional, Presiden SBY dan Wakil Presiden Boediono. Saat penyelamatan Bank Century dilakukan, Boediono menjabat Gubernur Bank Indonesia . Tak pelak, kasus Century merupakan isu yang panasnya berlipat-lipat dibanding kasus kriminalisasi terhadap dua pimpinan nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Semoga saja tak sampai membakar habis negeri ini......
Caption foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Plt Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution